January 24, 2011

17!


The princess is having her sweet 17 today!
But turning adult?
Not necessarily yes.
She's still as infant as she could be. ;)
But well, hello license and national ID card!
So glad to have you finally on my wallet! ;p
photo: weheartit.com

January 20, 2011

IP

Indeks Prestasi? Kenapa dinamakan begitu? Memangnya benar pencapaian seorang mahasiswa dapat direpresentasikan dalam bentuk angka di kolom IP? Lantas apakah jika IP saya 4,00 berarti saya telah mencapai sebauh pencapaian prestasi yang paling tinggi? Atau sebaliknya, jika IP saya hanya satu koma sekian, apakah berarti saya tergolong mahasiswa tidak berprestasi? Memangnya apa sih definisi spesifik dari Indeks Prestasi itu?

IP saya sejauh ini tidak tinggi, teman-teman. Dari 6 sks yang sudah keluar nilainya, IP sementara saya hanya 3.33 sementara teman-teman seperjuangan saya yang lain kebanyakan mendapat nilai 4.00. Haha, padahal masih ada 13 sks lagi yang belum keluar nilainya dan saya tidak tahu akan menjadi berapa IP kumulatif saya nanti. Lantas, kalau akumulasi IP saya nanti hanya dua koma (atau bahkan satu koma), apakah itu berarti saya bukan mahasiswa berprestasi?

Saya mengikuti lima organisasi di samping kuliah itu sendiri; saya aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa UGM dan saya sedang menjalani masa magang menjadi reporter di sebuah organisasi pers universitas. Saya diterima dalam sebuah komunitas berbasis hukum (Model United Nations -- anyone knows?) dan menyisihkan ratusan partisipan lainnya. Saya menjadi senat terpilih di fakultas saya, satu-satunya perwakilan dari kelas. Dan saya juga terpilih menjadi panitia acara annual mahasiswa farmasi se-Asia Pasifik bertitel Asia Pacific Pharmaceutical Symposium sebagai Group Leader dan menyisihkan belasan pendaftar lain. Tapi diatas semua itu, IP saya rendah. Lalu apakah saya tergolong mahasiswa tidak berprestasi?

Dosen saya pernah berkata, "IP itu seharusnya ada di prioritas ke-18. Ke-1 dipegang oleh kemampuan kalian dalam berkomunikasi. Kalau IP kalian 4, paling-paling nanti jadi dosen. Mau jadi dosen? Belajar terus kerjaannya tidak ada gebrakan yang menarik." Lalu beliau tertawa dan saya seketika langsung berharap beliau adalah ayah kandung saya bukannya sekedar dosen sebuah mata kuliah. Beliau satu-satunya "orang tua" yang tidak berpikiran sempit bahwa "nilai" bukanlah segalanya. That GPA is not the only aspect that represents my value. :)

Back then, saya menginap bersama teman-teman dekat saya: Mentari, Prisnu, dan Dudu. Topik tentang IP pun lalu menguap. Galau kita dibuatnya. Lalu Mentari mencoba menyemangati kita dengan bilang: "Bill Gates pernah bilang: 'Dulu saya seringkali gagal dalam ujian dan teman-teman saya berhasil. Sekarang teman-teman saya pun sukses dan berhasil menjadi karyawan dari sebuah perusahaan ternama. Perusahaan ternama itu milik saya.'"

Isn't it simply touching and very much encouraging?

Mentari juga nambahin: "Ayahku dosen di Kedokteran, dia bilang, mahasiswa-mahasiswanya yang IP-nya tinggi, justru malah nggak bisa praktik, sedangkan yang IP-nya biasa-biasa saja malah sukses jadi dokter yang 'bisa' nyembuhin pasien."

Tapi di sisi lain, tidakkah kita memang hidup di negeri yang menjunjung tinggi arti sebuah 'nilai'? Tidakkah memang sebagian besar penduduk negeri ini berpikiran kelewat sempit bahwa nilai (dalam arti sebenarnya) adalah tolak ukur paling signifikan akan pencapaian seseorang? Kalau mau mendaftar beasiswa, tentu IP jadi alat pembanding juga kan? Kalau mau mendaftar kerja, IPK pasti harus turut dilampirkan, bukan?

Tapi kenyataannya, apakah iya orang-orang yang IP-nya cumlaude (>3.50) itu bakal terjamin sukses hidupnya? Well, mungkin memang besar kemungkinannya bahwa mereka akan menjadi best employee on best companies, but would they be able to own the company -- to be another Bill Gates? That's the question. Lantas, perihal beasiswa, apa mereka pasti lolos? Kalau ada tes, dapatkah mereka mengaplikasikan ilmu mereka dalam bidang kehidupan dengan baik? Apakah mereka yang ber-IP sempurna memiliki cukup pengalaman hidup yang berarti?

Ah well.... What's so important with being smart, anyway? I'd rather be wit. Karena IP bukan satu-satunya tolak ukur, after all. :-)

P.S. Maaf kalau di beberapa line saya terdengar sombong. This post is made to be a rearview mirror of myself so I would know that taking this GPA thing too seriously would only stress me out yet get me nowhere. CHEER UP, dear Me!